Kawasan Ekonomi Khusus Percepat Pembangunan dan Daya Saing Ekonomi

Pemerintah terus menyelenggarakan pembangunan dengan mendorong kebijakan pembangunan kewilayahan. Hal ini dilakukan melalui pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), Kawasan Industri (KI), dan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN). Kebijakan tersebut bertujuan untuk meningkatkan investasi, mempercepat pembangunan, terutama di luar Pulau Jawa, dan meningkatkan daya saing ekonomi.

Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum NKRI yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu.

KEK dikembangkan melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan geoekonomi dan geostrategi dan berfungsi untuk menampung kegiatan industri, ekspor, impor, dan kegiatan ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan daya saing internasional.

Dasar Hukum Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)

Dasar hukum pembentukan KEK adalah UU No.39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus, PP No. 96 Tahun 2015 tentang Fasilitas dan Kemudahan di KEK serta PMK No.104/PMK.010/2016 tentang Perlakuan Perpajakan, Kepabeanan dan Cukai pada KEK.

Struktur kelembagaan KEK di tingkat Nasional (Dewan Nasional) dipimpin Menko Perekonomian dengan anggotanya para Menteri dan Kepala LPNK yaitu Menteri Keuangan, Menteri Perdagangan, Menteri Perindustrian, Menteri Dalam Negeri, Menteri PU, Menteri Perhubungan, Menteri Tenaga Kerja & Transmigrasi, Menteri Bappenas dan Kepala BKPM.

Sedangkan di tingkat Provinsi yang disebut Dewan Kawasan dipimpin oleh Gubernur dengan Wakilnya Bupati dan Walikota serta anggota yang terdiri dari Aparat Pemerintah, Aparat Pemprov serta Aparat Pemkab/Kota yang bersangkutan. Selanjutnya di tingkat Kabupaten/ Kota KEK dipimpin oleh Administrator dan Badan Usaha sebagai pengelola KEK.

Pada pasal 17 UU No. 39 Tahun 2009 menyebutkan bahwa tugas kelembagaan KEK tingkat Nasional atau Dewan Nasional adalah; menyusun Rencana Induk Nasional KEK, menetapkan kebijakan umum serta langkah strategis untuk mempercepat pembentukan dan pengembangan KEK, menetapkan standar infrastruktur dan pelayanan minimal dalam KEK, melakukan pengkajian atas usulan suatu wilayah untuk dijadikan KEK, memberikan rekomendasi pembentukan KEK, mengkaji dan merekomendasikan langkah pengembangan di wilayah yang potensinya belum berkembang.

Dewan Nasional juga bertugas untuk menyelesaikan permasalahan strategis dalam pelaksanaan, pengelolaan dan pengembangan KEK, memantau dan mengevaluasi keberlangsungan KEK serta merekomendasikan langkah tindak lanjut hasil evaluasi kepada Presiden, termasuk mengusulkan pencabutan status KEK.

Diharapkan dengan adanya KEK, industri pengolahan dan industri lainnya bisa berkembang di dalam negeri sehingga Indonesia tidak lagi sekedar mengekspor bahan mentah, melainkan produk yang memiliki nilai tambah serta membuka lapangan pekerjaan lebih luas.

Kawasan Ekonomi Khusus di Indonesia

KEK yang telah beroperasi di beberapa wilayah Indonesia saat ini sudah mencapai 12 (dua belas) KEK yaitu Arun Lhokseumawe, Sei Mangkei, Galang Batang, Tanjung Lesung, Tanjung Kelayang, Mandalika, Maloy Batuta Trans Kalimantan, Palu, Bitung dan Morotai, Sorong dan Tanjung Api-Api.

Kawasan Ekonomi Khusus di Indonesia

Dari 12 (dua belas) KEK yang tersebar di wilayah Indonesia itu sudah menyerap tenaga kerja sebanyak 10.700 orang dengan nilai investasi mencapai Rp. 22,85 triliun dari komitmen investasi sebesar Rp. 104,6 triliun (lihat tabel).

Dalam penetapan suatu wilayah sebagai KEK, pada Peraturan Pemerintah penetapannya akan disebutkan bahwa suatu KEK terdiri dari satu atau beberapa zona. Ada zona industri, zona pariwisata, zona logistik, zona pengolahan ekspor dan zona pengembangan teknologi. Penetapan zona ini mengacu pada rencana peruntukan ruang pada lokasi KEK sesuai peraturan zonasi, yang merupakan salah satu persyaratan yang harus dipenuhi pada saat pengusulan suatu KEK.

Secara umum fasilitas kepabeanan dalam sebuah KEK adalah fasilitas pembebasan dan penangguhan. Pembebasan untuk badan usaha yaitu pembebasan BM (Bea Masuk) dan tidak dipungut PDRI (Pajak Dalam Rangka Impor )atas impor barang modal untuk pembangunan/ pembembangan KEK. Sedangkan untuk pelaku usaha yaitu pembebasan BM dan tidak dipungut PDRI atas impor barang modal untuk pembangunan/ pengembangan industri, barang dan bahan untuk pembangunan/ pengembangan industri untuk jangka waktu tertentu.

Sedangkan fasilitas penangguhan untuk pelaku usaha yang telah mendapatkan penetapan IT Inventory yang telah terhubung dengan DJBC (Direktorat Jenderal Bea dan Cukai) merupakan pengusaha TPB (Tempat Penimbunan Berikat), maka pelaku usaha industri ini diberikan penangguhan BM dan tidak dipungut PDRI  atas impor; barang dan bahan untuk diolah, dirakit dan/atau dipasang pada barang lain, barang modal termasuk peralatan serta barang atau bahan untuk pembangunan/ konstruksi yang digunakan untuk proses produksi.

http://hardi.lenteradigital.com/pengertian-ketergantungan-ekonomi-negara/

Namun untuk Pelaku Usaha Pergudangan, diberikan penangguhan BM dan tidak dipungut PDRI atas impor: barang yang diperuntukkan bagi kegiatan penyimpanan, perakitan, penyortiran, pengepakan, penggabungan, pendistribusian, perbaikan dan perekondisian permesinan.

 

Kawasan Ekonomi Khusus Percepat Pembangunan dan Daya Saing Ekonomi

You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

berita teknologi cyber security https://teknonebula.info/ Tekno Nebula